Hetalia: Axis Powers - Taiwan

Sabtu, 28 November 2015

Teruntuk, Rizky Aditya Algiffari.

Tidak adil rasanya ketika ada seseorang hadir begitu cepat. Iya, takdir tidak dapat diubah. Waktu yang lalu tidak dapan diulang, waktu yang hilang tidak dapat dikembalikan.

Tidak adil rasanya ketika rasa sayang baru muncul ketika Ia hampir saja pergi, dan akan segera pergi. Raganya mungkin tidak akan ada lagi nanti, tidak akan pernah hadir lagi untuk sekedar bersandar.

Tidak adil rasanya ketika baru sadar kalau setiap pertemuan akan diiringi dengan perpisahan. Cepat atau lambat, siap atau tidak, rela atau tidak. Harus terjadi, dan tak dapat ditunda.

Semua terasa begitu tidak adil, terasa begitu cepat, karna terlalu cepat, aku hampir saja tidak rela. Tidak rela untuk melepas, tidak rela ditinggalkan. Bagaimana bisa merasa seperti ini? Sedangkan rasa baru saja muncul, rasa baru saja mulai, rasa baru saja ada di garis start. Bagaimana bisa secepat ini untuk bisa di garis finish?

Rasanya terlalu terikat kencang untuk bisa melepaskan dengan cepat. Tidak mudah rasanya ditinggalkan, mengapa aku baru sadar setelah waktu hanya tersisa sedikit lagi?

Sudahlah, untuk apa disesali? Tidak ada gunanya pun. Bukankah menikmati detik-detik yang tersisa lebih menyenangkan? Banyak pertanyaan "mengapa" di kepalaku. Sesak rasanya, penuh rasanya kepalaku.

Teruntuk, Rizky Aditya Algiffari. Mungkin kepalamu sedang abu-abu sekarang. Bulir air di kelopak matamu sedang mengalir. Cahaya di wajahmu sedang memudar. Tapi sadarlah, ki, suatu saat nanti kepalamu akan berwarna, matamu akan berpijar, wajahmu akan memancarkan cahaya. Pernahkah kau mendengar bahwa pelangi akan muncul setelah hujan badai. Bahkan, R.A. Kartini pun tahu, bahwa "habis gelap, terbitlah terang" kau akan terang, ki. Kau akan bahagia. Aku yakin.